Masih ada perasaan mengganjal saat aku memutuskan untuk pergi. dari Kamu.
Kamu yang sudah tanpa sengaja menciderai hati ini.
Hati yang diam-diam menginginkan untuk dapat menduduki singgasana sukmamu.
Jiwa yang ku puja tanpa bicara.
Bicara? menatapmu pun aku sudah terbata-bata.
Bagai susunan kata dalam tiap-tiap lembar buku yang tak luput kau baca di tiap kau membuka mata,
Sefasih itulah aku memendam rasa.
Entah bagaimana aku tahu kapan kisah dalam buku ini berakhir jika aku tak menutupnya sekarang juga.
Namun menutupnya juga tetap meninggalkan sebuah tanda tanya besar yang pada akhirnya harus kurelakan.
Perlahan.
Dan pada akhirnya aku hanya bisa mengikhlaskan kau pada Pemilik segala rasa.
Dulu, mantra dan doa-doa masih kusematkan namamu.
Namun kini tak lagi.
Bukan aku tak lagi mengharapkanmu.
Hanya saja aku semakin yakin bahwa Dia tahu apa yang terbaik untuk aku. dan kamu.
Dan jika mungkin nantinya memang bukan kamu,
Doakan aku dapat ikhlas menjabat tanganmu dan mengucap selamat untukmu,
dan hidupmu yang tanpa aku.

me : kamu jadi rabi malem songo?
her : ora malem songo, malem wolulikur
me : wah selamat..
her : matur thankyou..
me : entuk jatah akad jam piro? iku kan mesti barengan wong akeh
her : durung ngerti..
me : yowes nek wes fix kabari ae. tak mengosongkan jadwal, tak siap2 tuku klambi apik, macak ayu. ben ra kalah ayu karo we.
her : inshaAllah cahem yo tak undang
me : wes ojo ileng-ileng kuwi
her : leh? tenanan iki?
me : entah kenapa setiap aku dengar namanya disebut, yang terlintas di kepalaku cuma peristiwa malam itu. kobar apinya masih mampu memanaskan mataku, hingga leleh. kemudian bercucuran air mata.
her : njir.. lebay.. wes ah.. ra sido tak undang ae kowe
me : yowes ra sido tak endorse jenang. bye

Untuk pertanda baik yang sudah tak baik lagi (untukku),
Kau sudah bukan lagi pertanda baik untukku, tapi bukan berarti kau bukan pertanda baik untuk yang lain.
Kau sudah bukan lagi pertanda baik untukku mana kala kau merapikan rambut ikalmu yang mulai gondrong itu di depanku untuk menyambut kedatangan gadis lain.
Kau sudah bukan lagi pertanda baik untukku sejak malam itu, tapi mungkin kau masih pertanda baik untuk gadis yang menyandarkan kepalanya dengan manja di bahumu yang kusakralkan.
Kau sudah bukan lagi pertanda baik untukku sejak sore itu, sore di mana kau katakan sedang berada di sebuah warung kopi yang ternyata sedang tutup waktu aku melewatinya, namun kau mungkin masih pertanda baik bagi orang yang menemanimu menikmati senja nan syahdu sembari ngeteh atau membaca buku
Kau sudah bukan lagi pertanda baik untukku, tapi bukan berarti kau suatu pertanda buruk untuk yang lain.
Kau.. sudah bukan lagi..